SEJARAH LAHIRNYA BULETIN SAHARA HIMAB-UH

0 komentar



Universitas Hasanuddin memiliki 14 Fakultas yaitu Fakultas Sastra, Hukum, Ekonomi, Sospol, Farmasi, Kesehatan Masyarakat, Teknik, MIPA, Perikanan dan kelautan, Pertanian, Peternakan, Kedokteran, Kedokteran Gigi, dan Kehutanan. Setiap fakultas memiliki jurusan masing-masing, khusus untuk fakultas sastra memiliki 9 jurusan yaitu Sastra Arab, Sastra Inggris, Sastra Indonesia, Sastra Jepang, Sastra Prancis, Sejarah, Arkeologi, Sastra Daerah, dan Sastra Cina. Akibat banyaknya jurusan mengakibatkan sebagian civitas akademika yang beralmamater Unhas kurang menghafal bahkan tidak tahu kalau jurusan-jurusan yang berada di Unhas. Terbukti pada saat saya mengikuti seminar di salah satu fakultas yang bergerak dibidang bercocok tanam alias fakultas pertanian. Salah satu senior dari fakultas tersebut bertanya kepada saya. 
“Dari Fakultas mana de?” dari fak Pertanian
“Dari Fakultas Sastra Ka” jawabku
“Jurusan apa?”
“Sastra Arab.” jawabku tegas
            “Memang ada jurusan sastra Arab? Saya kira hanya sastra Inggris.”
            “……………” Diam sambil menunduk penuh kesabaran.

Saat itu saya diam, saya merasa emosi mendengar tanggapannya. Saya bertanya dalam hati apakah senior ini sifatnya kupu-kupu (Kuliah Pulang)? Sehingga hanya tahu fakultasnya saja tampa tahu jurusan yang berada di dalamnya.  Atau memang jurusan saya tidak terlalu dikenal di fakultas lain? Pertanyaan-pertanyaan itu membuat saya sulit untuk tidur. Sehingga keesokan harinya saya mencoba untuk menguji orang-orang dari fakultas lain seperti kedokteran, kehutanan, Peternakan, Perikanan dan Kelautan mengenai jurusan saya. Ternyata beberapa di antara mereka memang betul hanya mengenal sastra Inggris saja yang notabene mahasiswanya banyak dibanding jurusan lain yang berada di Fakultas Sastra. Hati saya terasa teriris, mendengar ketidaktahuan mereka tentang hadirnya jurusan sastra Arab. 

            Saat itu kembali saya bertanya lagi, jika sastra Arab tidak dikenal apalagi himpunannya yaitu HIMAB (Himpunan Mahasiswa Asia Barat).  Saya berusaha untuk menemukan solusi agar mereka bisa sadar bahwa jurusan kami ini ada di Unhas, bukan jurusan yang illegal, dan saya ingin mereka juga bisa mengenal himpunan kami yaitu HIMAB. Lama saya berfikir akhirnya menemukan satu solusi yaitu dengan membuat BULETIN. Fikiran itu muncul dengan melihat majalah-majalah yang ada di Mushalah Al-Adaab dan surat kabar Identitas. Identitas dikenal dengan surat kabarnya. Saat itu saya berharap HIMAB pun bisa dikenal  dengan buletinnya. Pada masa kepengurusan kanda Hasrul 2007, saya pun dijadikan sebagai koordinator divisi kreativitas. Bagi saya ini adalah salah satu langkah awal untuk membuat ide saya menjadi nyata. Dalam program kerja khusus divisi saya memasukkan proker tersebut yaitu pembuatan Buletin Sahara. Kata Sahara adalah kepanjangan dari Salam Hangat Asia Barat.
 
            Hadirnya Buletin Sahara dalam program kerja ternyata dalam pembuatannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Saat itu saya mengalami beberapa kendala di antaranya yaitu kendala dana, dan kendala SDM yang memiliki hobi dengan menulis. Hanya sedikit dari warga HIMAB yang suka dan tahu tentang menulis. Kembali saya mencari solusi agar mereka senang dan mempunyai hobi untuk menulis. Saya membuatkan sekolah menulis seperti yang pernah saya lalui dalam sebuah organisasi yang bergerak dibidang kepenulisan yaitu FLP (Forum Lingkar Pena). 

Saya menentukan tanggal dan tempat serta pemateri yang saya ambil dari FLP. Ternyata hanya sedikit yang hadir, kurang lebih hanya 10 orang di antara 10 orang itu hanya 7 orang yang serius mengikuti materi. Saya mulai kecewa dan merasa ingin berhenti untuk melanjutkan niat saya untuk membuat buletin ini. Tapi bagaimanapun hal ini telah menjadi proker yang mau tidak mau harus dilaksanakan. Dengan ucapan bismillah saya tetap pada tekat awal agar mewujudkan buletin sahara. Untuk pembuatan awal bulletin hanya 2 orang yang bisa membantu saya untuk membuatnya yaitu Sigit Walgito dan Asriani.
 
            Tekat saya yang semula agar dengan hadirnya buletin ini dapat dikenal mahasiswa dari fakultas lain. Maka dari itu daftar isi yang ada di dalam buletin mencerminkan Arab dengan kaitannya hot news setiap bulan. Daftar isi yang saya cantumkan adalah: Kajian Dunia Arab (KDA), Berita Kampus, cerpen, puisi, Karikatur, tokoh Arab, mufradat bahasa Arab, Galeri foto, dll. Dengan jumlah kami yang sedikit membuat saya tidak putus asa. Saya memberikan job kepada mereka sesuai hobinya. Seperti Asriani yang suka menulis puisi, dan Sigit yang hobi mendesain, menulis KDA, dan menulis biografi tokoh Arab. Sisanya saya yang kelola berbekal dari pengetahuan kepenulisan. 

            Tepat pada tanggal 3 Mei 2012 kami menerbitkan buletin pertama sahara yang pembuatannya dilakukan di jalan sejati pondok salsabilah Unhas. Masalah selanjutnya setelah buletin hadir adalah kendala dana. Saya tidak tinggal diam, saya mencoba mencari dana dengan melakukan list donator kepada setiap mahasiswa dan dosen di jurusan sastra Arab. Alhamdulillah,  dengan terkumpulnya dana hasil list donator tersebut membuat kami bisa memperbanyak buletin untuk disebar.

            Hadirnya satu buletin Sahara membuat beberapa rekan-rekan warga HIMAB ingin menyalurkan karya mereka. Hal ini merupakan suatu kesyukuran bagi saya untuk tetap membuat buletin ini tetap ada di HIMAB.  Saat itu saya menerima karya dan membagi job agar tidak kesulitan.
  • Rahman (2003)                      : Karikatur
  • Saifullah Fadli (2007)             : Cerpen
  • Sigit Walgito (2008)               : Kajian Dunia Arab, Tokoh Arab, dan desain.
  • Muhammad Anhar (2008)      :Opini, dan karikatur
  • Asriani (2008)                        : Puisi
  • Nursija (2009)                       : Berita Arab
Saya sendiri (Zulya Hamida angkatan 2008) membuat komik bahasa Arab, cerpen, mufradat bahasa Arab, berita Kampus, resensi buku, dan gallery foto.  

            Dalam program kerja buletin seharusnya terbit setiap bulan, akantetapi karena terkendala kesibukan dan kemalasan dari beberapa anggota, di tambah lagi tugas kuliah yang menumpuk membuat saya dan teman-teman tidak mampu lagi untuk melanjutkan buletin ini. Saya sangat berharap di pengurusan selanjutnya BULETIN SAHARA tetap eksis. Jayalah HIMAB…Jayalah Buletin. Semangat saudaraku……!!!


BENTENG ROTTERDAM - MAKASSAR

2 komentar


 
Seminar Internasional  1 Oktober 2011
Sebelum berangkat ke benteng Rotterdam, awalnya kami mengadakan sebuah seminar besar yaitu seminar Internasional. Seminar ini dihadiri kurang lebih 250 peserta. Ini adalah seminar pertama yang dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa Asia Barat (HIMAB) pada tanggal 1 Oktober 2011. Peserta yang hadir pun kami buatkan sertifikat, sebagai bentuk partisipasinya karena telah menghadiri kegiatan kami dengan tema "Peran Universitas dalam Proses Kemerdekaan Palestina".

Sertifikat Seminar Internasional

Kegiatan ini kami lakukan waktu itu karena sedang maraknya Israel menyerang Palestina. Seminar ini dihadiri oleh pembicara yang cukup terkenal. Mereka adalah:
Dr. Mohammad Farazandeh  (Kepala Kebudayaan Duta Besar Iran)
Dr. Irwan Akib, M.Pd (Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar)
Prof. Dr. Arismunandar., M.Pd (Rektor Universitas Negeri Makassar)
Prof. Dr. Abdul Rahim Yunus (Wakil Rektor UIN)
Dr. Hj A. Majdah Agus Arifin Nu'mang (Rektor Universitas Islam Makassar)
Prof. Dr. Hj. Masrurah Mochtar, MA (Rektor Universitas Muslim Indonesia)

Kegiatan ini hanya kami rancang selama satu minggu dengan jumlah panitia yang tidak terlalu besar, dan hasilnya sungguh sangat memuaskan. Usai seminar, kami langsung ke rumah jabatan wali kota makassar yaitu Ilham Arif Sirajuddin. Kami mengantar kedubes Iran saat itu. Beliau orangnya sangat ramah dan menganggap tamu adalah raja, bagaimana tidak? kami dihidangkan kue yang sangat lezat.

anak HIMAB bersama walikota dan istrinya
Jumlah yang berangkat waktu itu hanya ada sekitar 14 orang. Mereka adalah Syarif, Akbar, Rijal, Riyad, Gali, Wahyu, Adi, Lia, Fitri, Ulfa, Rini, Rina, Mala, dan Ainul.

Perjalanan kami tidak sampai di rumah walikota saja, dengan menggunakan avanza hitam milik Fitri, kami pun meluncur ke benteng Rotterdam, untuk bersantai dan mengambil foto.

Benteng Rotterdam Makassar

Sekilas tentang sejarah dari Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang). Benteng ini adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan.

Nama asli benteng ini adalah Benteng Ujung Pandang, biasa juga orang Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua yang merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa-Tallo akhirnya menandatangani perjanjian Bungayya yang salah satu pasalnya mewajibkan Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat Belanda menempati benteng ini, nama Benteng Ujung Pandang diubah menjadi Fort Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja memilih nama Fort Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini kemudian digunakan oleh Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian Timur.

Di kompleks Benteng Ujung Pandang kini terdapat Museum La Galigo yang di dalamnya terdapat banyak referensi mengenai sejarah kebesaran Makassar (Gowa-Tallo) dan daerah-daerah lainnya yang ada di Sulawesi Selatan. Sebagian besar gedung benteng ini masih utuh dan menjadi salah satu objek wisata di Kota Makassar.

Herma, Lia, Ana, Fitri, Ulfa Rini, Rina, Mala, dan Ainul EUFRAT 2008
Waktu itu kami datang terlambat, saat tempat bersejarah sudah tertutup, kami datangnya sore hari, tapi hal itu tidak membuat kami kecewa, karena kami habiskan waktu dengan berpose ala artis Belanda....hahahah...jujur kami tidak janjian dalam hal pakaian, tapi aku sangat senang karena rata-rata kami menggunakan baju gamis. Aku hanya berharap semoga kebersamaan ini akan terulang kembali. Aamiin.....